Antara Gunung Dan Lalat



Di antara ucapan emas Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu'anhu adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah di dalam Shahih-nya, beliau berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin melihat dosa-dosanya seolah-olah dia sedang duduk di bawah gunung dan dia merasa khawatir gunung itu akan runtuh menimpa dirinya. Dan sesungguhnya seorang fajir (ahli maksiat) melihat dosa-dosanya hanya seperti seekor lalat yang hinggap di atas hidungnya, lalu dia mengusirnya dengan cara begini -Abu Syihab berkata; yaitu dia menepisnya dengan tangan dari atas hidungnya-...” (HR. Bukhari [6308], lihat Fath al-Bari [11/118]).
Riwayat ini menunjukkan kepada kita bagaimanakah semestinya sikap seorang mukmin terhadap dosa-dosanya. Semestinya seorang mukmin merasa takut atas dosa-dosanya, karena sedikitnya rasa takut akan hal itu merupakan pertanda kefajiran dirinya (lihat Fath al-Bari [11/120]).
Memang benar wahai saudaraku, bahwa rahmat Allah itu mengalahkan murka-Nya. Sebagaimana yang diterangkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, beliau bersabda, “Tatkala Allah selesai menciptakan segenap makhluk maka Allah tuliskan di dalam Kitab-Nya yang ia terletak di sisi-Nya di atas Arsy, yang isinya: Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan murka-Ku.” (HR. Bukhari [3194] dan Muslim [2751]). Namun, hal itu bukan berarti kita boleh meremehkan maksiat...!
Memang benar wahai saudaraku, bahwa Allah lebih sayang kepada hamba-Nya daripada seorang ibu terhadap anaknya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Umar bin Khattab radhiyallahu'anhu, beliau bersabda, “Sungguh Allah lebih penyayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya.” (HR. Bukhari [5999] dan Muslim [2754]). Namun, ini juga bukan berarti kita boleh menyepelekan dosa...!
Lihatlah, sosok manusia yang telah diampuni dosanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam... Bagaimana akhlak beliau kepada Tuhannya dan bagaimana cara beliau memandang dirinya... al-Agharr al-Muzani radhiyallahu'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku ini memohon ampun kepada Allah dalam sehari sampai seratus kali.” (HR. Muslim [2702])
Oleh sebab itu, kita dapati bahwa generasi terbaik umat ini -yaitu para sahabat- sebagai generasi yang paling memiliki rasa takut kepada Allah... Anas bin Malik radhiyallahu'anhu berkata, “Sesungguhnya kalian akan melakukan perbuatan-perbuatan yang menurut pandangan kalian lebih ringan daripada rambut, akan tetapi bagi kami yang hidup di masa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hal itu termasuk perkara yang mencelakakan.” (HR. Bukhari [6492])
Bahkan, kedalaman ilmu serta kefakihan seseorang itu diukur dengan rasa takutnya kepada Allah, bukan semata-mata dengan banyaknya pengetahuan yang dia miliki. Mujahid bin Jabr rahimahullah berkata, “Seorang fakih adalah yang merasa takut kepada Allah meskipun ilmunya sedikit. Adapun orang jahil adalah yang bermaksiat/durhaka kepada Allah meskipun ilmunya banyak.” (dinukil dari Kaifa Tatahammasu li Thalabil 'Ilmi Syar'i, hal. 178)
Iman bukanlah sekedar kata-kata. Akan tetapi ia adalah keyakinan di dalam hati yang dibenarkan dengan amalan. Apabila seorang hamba melakukan dosa hilanglah sebagian iman dari dalam dirinya. Apabila dosanya semakin besar atau semakin menumpuk imannya pun akan semakin menipis. Sudah semestinya seorang hamba menyadari akan dosa-dosanya dan menyesalinya, kemudian meninggalkan dosa-dosa itu serta bertekad untuk tidak mengulanginya. Mumpung pintu taubat masih terbuka...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar